Software Development

Cloud

On-Premise

Memilih solusi teknologi yang tepat sangat penting bagi perusahaan, karena berpengaruh pada operasional bisnis, biaya yang dikeluarkan, serta perkembangan perusahaan. Terlebih di era digital saat ini, banyak perusahaan mulai beralih ke komputasi cloud untuk mengelola data dan aplikasi mereka.
Namun masih ada perusahaan besar yang ragu untuk meninggalkan sistem on-premise (di tempat) yang sudah lama mereka gunakan, banyak juga yang berpendapat bahwa on-premise tetap punya manfaat yang signifikan, bahkan perusahaan baru sering mempertanyakan apakah investasi besar dalam infrastruktur on-premise adalah keputusan yang tepat.

Cloud dan on-premise keduanya memiliki karakteristik, keunggulan, dan tantangan masing-masing yang dapat berdampak besar pada cara software house Indonesia membangun, mengelola, dan mengirimkan solusi kepada klien. Memahami perbedaan keduanya menjadi langkah penting agar software house Indonesia dapat merancang strategi teknologi yang tepat dan kompetitif di pasar. Memahami perbedaan antara keduanya akan membantu Anda untuk membuat keputusan yang benar, sesuai dengan kebutuhan dan tujuan strategis perusahaan.
Mari kita bahas lebih lanjut perbandingan antara cloud dan on-premise.

Pengertian On-Premise
On-premise adalah suatu metode tradisional dalam menerapkan dan mengoperasikan bisnis, merupakan model penerapan infrastruktur IT dimana perusahaan memiliki dan mengelola sendiri perangkat keras dan perangkat lunak yang mereka gunakan, biasanya di lokasi fisik mereka sendiri, dan perusahaan bertanggung jawab penuh atas seluruh infrastruktur mereka seperti server, sistem penyimpanan, dan perangkat jaringan.
Dalam sistem ini, semua infrastruktur IT termasuk server, penyimpanan data, dan aplikasi tidak berada di pusat data pihak ketiga seperti layanan cloud.
On-premise sering digunakan di industri yang menangani data sensitif atau yang tunduk pada regulasi ketat seperti perbankan, rumah sakit, dan pemerintahan.

Pengertian Cloud Computing
Cloud computing adalah penyedia layanan infrastruktur IT melalui internet, bukan server lokal atau perangkat pribadi. Sistem ini didesain supaya bisa diakses dengan mudah, dan dikelola sepenuhnya oleh penyedia layanan cloud.
Perusahaan menyimpan data dan menjalankan aplikasi mereka di server eksternal yang dikelola oleh penyedia layanan cloud, seperti Amazon Web Service (AWS), Google Cloud, dan Microsoft Azure. Layanan ini semakin populer karena menawarkan biaya yang lebih fleksibel, skalabilitas tinggi, serta pencadangan data secara otomatis.

1.png

Kelebihan Sistem On-Premise
Meskipun cloud computing semakin populer, banyak perusahaan tetap memilih on-premise karena beberapa alasan berikut:

  1. Kontrol Penuh atas Data dan Infrastruktur
    Semua data, aplikasi, dan server berada di lingkungan perusahaan, sehingga tidak bergantung pada pihak ketiga. Hal ini berarti perusahaan dapat menyesuaikan sistem sesuai dengan kebutuhannya tanpa tergantung pada penyedia layanan pihak ketiga. Anda bisa memilih hardware dan software sesuai kebutuhan, mengatur server, penyimpanan, jaringan, serta menangani sendiri sistem keamanannya.
    Kendali ini mungkin penting bagi bisnis yang terikat dengan regulasi tertentu, karena mereka bisa memastikan bahwa infrastrukturnya dikelola sesuai dengan aturan tersebut.
  2. Keamanan Data yang Dapat Disesuaikan
    Perusahaan juga mempunyai fleksibilitas untuk menyesuaikan sistem dengan kebutuhan bisnis.
    Misalnya, mengintegrasikan sistem dengan hardware atau software lain, memodifikasi sistem untuk mendukung proses tertentu, hingga menerapkan langkah keamanan spesifik.Perusahaan dapat menggunakan firewall dan enkripsi tingkat lanjut. perusahaan dapat menerapkan sistem otorisasi khusus untuk mencegah akses tidak sah, serta perusahaan dapat menghindari resiko serangan cyber yang menyerang layanan cloud publik.
  3. Tidak Tergantung pada Internet untuk Akses Internal
    Sistem tetap bisa berjalan walau koneksi internet terputus, selama berada di jaringan lokal, Hal ini menjadi keunggulan besar bagi perusahaan yang beroperasi di daerah dengan akses internet terbatas atau tidak stabil.
  4. Kepatuhan Regulasi Lebih Mudah
    Cocok untuk industri yang mengharuskan data disimpan di lokasi tertentu (misalnya perbankan, rumah sakit, pemerintahan). Banyak industri memiliki regulasi ketat yang mengharuskan perusahaan untuk menyimpan data mereka dalam server lokal.
    Dengan sistem 0n-premise, perusahaan dapat lebih mudah memenuhi standar kepatuhan seperti:
    1. HIPAA (Health Insurance Portability and Accountability Act) untuk data medis.
    2. GDPR (General Data Protection Regulation) di Uni Eropa untuk data pribadi pelanggan.

Kekurangan Sistem On-Premise

  1. Investasi Awal yang Besar
    Untuk membangun sistem on-premise, perusahaan perlu mengeluarkan investasi awal yang cukup besar untuk:
    1. Membeli server dan perangkat penyimpanan
    2. Memasang jaringan internal yang aman dan stabil
    3. Menyediakan ruang fisik dan pendingin untuk pusat data internal Bahkan tidak hanya itu, ada biaya tambahan lain seperti:
    4. Listrik untuk menjalankan server 24/7
    5. Pemeliharaan hardware agar tetap berfungsi
  2. Skalabilitas Terbatas
    Jika membutuhkan kapasitas tambahan, maka harus membeli lagi hardware baru dan memakan waktu instalasi.
    Memang, infrastruktur bisa dibuat sesuai untuk mendukung pertumbuhan bisnis. Namun proses ini bisa cukup rumit, memakan waktu dan mahal. Seringkali perusahaan harus membeli hardware dan software tambahan.
  3. Pemeliharaan dan Upgrade Menjadi Tanggung Jawab Internal
    Memerlukan tim IT yang kompeten untuk mengelola, memelihara, dan memperbaharui sistem. Dalam mengelola sistem on-premise membutuhkan tenaga ahli IT yang handal untuk:
    1. Mengelola server dan jaringan
    2. Memastikan sistem tetap aman dari ancaman cyber
    3. Memperbaiki dan memperbarui software secara berkala, tanpa tim IT yang kompeten resiko kegagalan sistem dan serangan cyber bisa meningkat.
  4. Akses Terbatas dari Jarak Jauh
    Karena data tersimpan di lokasi fisik perusahaan, mengakses sistem dari luar kantor bisa menjadi tantangan. Solusi seperti VPN (Virtual Private Network) atau Remote Desktop bisa digunakan, tetapi mereka memiliki resiko keamanan yang harus dikelola dengan baik.

Keuntungan Cloud Computing

  1. Skalabilitas
    Kebutuhan bisnis pasti berubah seiring bertumbuhnya skala bisnis. Infrastruktur cloud mampu memenuhi hal tersebut, menambah dan mengurangi sumber daya sesuai dengan permintaan yang berubah-ubah. Perusahaan bisa menambah atau mengurangi kapasitas (storage, computing power) dengan cepat sesuai kebutuhan bisnis. Perusahaan juga bisa meningkatkan atau menurunkan skala infrastruktur sesuai dengan kebutuhan.
  2. Pemeliharaan Dilakukan oleh Provider
    Penyedia cloud menangani pembaruan software, patch keamanan, dan server maintenance, sehingga tim internal tidak terlalu terbebani, perusahaan tidak perlu mengelola server sendiri karena penyedia layanan cloud bertanggung jawab atas server maintenance, pembaruan software, dan pencadangan data secara berkala.
  3. Fleksibilitas Tinggi
    Cloud Computing dapat diakses dari mana saja, kapan saja, serta dari perangkat apapun, karena cukup menggunakan koneksi internet. Hal ini memudahkan kolaborasi antar anggota tim, karena mereka bisa bekerja sama secara real time, tanpa harus berada di lokasi fisik yang sama. Kelebihan ini meningkatkan produktivitas kerja, efisiensi kerja, serta kepuasan kerja. Dengan aplikasi yang bisa diakses dimana saja selama ada koneksi internet, karyawan tidak harus bekerja dari kantor.
    Cloud memungkinkan software house Indonesia membuat development environment dalam hitungan menit, sehingga proyek bisa dimulai tanpa harus menunggu instalasi fisik server.
  4. Keamanan yang Tinggi (shared Responsibility)
    Penyedia cloud umumnya memiliki standar keamanan tingkat enterprise, termasuk enkripsi data, firewall, dan monitoring 24/7
  5. Tidak Membutuhkan Investasi Awal yang Besar
    Cloud computing menggunakan model berlangganan bulanan sesuai dengan kapasitas yang digunakan. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menghemat biaya infrastruktur, dan tidak membutuhkan investasi yang besar di awal.

Kekurangan Cloud Computing

  1. Keamanan
    Karena data disimpan di server milik pihak ketiga, ada resiko keamanan seperti kebocoran data atau serangan cyber. Penyedia layanan pasti sudah mengambil langkah-langkah khusus untuk memastikan keamanan. Namun beberapa perusahaan tetap punya kekhawatiran untuk menyimpan data sensitif di cloud.
    Disinilah pentingnya untuk penyedia layanan yang menawarkan infrastruktur cloud yang aman dan ter-enkripsi.
  2. Ketergantungan pada Internet
    Jika koneksi internet terputus, maka akses ke data dan aplikasi yang tersimpan di cloud juga akan terganggu. Bagi bisnis yang sangat bergantung pada cloud, downtime bisa berakibat besar terhadap produktivitas, tanpa internet yang stabil, akses ke data dan aplikasi akan terganggu atau terhenti.
  3. Kepatuhan Regulasi yang Rumit
    Beberapa industri mewajibkan data disimpan di lokasi tertentu, sementara provider cloud mungkin tidak memiliki data center di wilayah yang dibutuhkan.
  4. Kontrol Terbatas atas Infrastruktur
    Server dan hardware dimiliki provider, sehingga pengguna tidak bisa mengatur konfigurasi fisik sesuai keinginan.
  5. Downtime dan Gangguan Layanan
    Jika penyedia mengalami gangguan (outage), pengguna tidak dapat mengakses layanan sampai masalah terselesaikan.
2.png

Pertimbangan Utama Memilih Cloud vs On-Premise
Saat memilih antara cloud atau on-premise, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kontrol, biaya, keamanan, serta kemudahan akses.
Berikut adalah perbandingan cloud vs on-premise untuk membantu Anda menentukan solusi yang paling sesuai.

  1. Budget dan Modal Biaya
    1. Cloud: Cocok jika dana awal terbatas karena menggunakan sistem bayar sesuai pemakaian (pay-as-you-go)
    2. On-premise: Cocok jika siap investasi awal yang besar (CAPEX) dan ingin biaya bulanan lebih stabil
  2. Skalabilitas Kebutuhan
    1. Cloud: Sangat fleksibel, kapasitas bisa ditambah atau dikurangi dengan cepat.
    2. On-premise: Skalabilitas terbatas, perlu pembelian dan pemasangan hardware baru.
  3. Kontrol dan Kepemilikan Data
    1. Cloud: Kontrol fisik terbatas, data dikelola bersama penyedia layanan.
    2. On-premise: Kontrol penuh terhadap infrastruktur dan data.
  4. Keamanan dan Kepatuhan Regulasi
    1. Cloud: Bisa memenuhi regulasi, tetapi tergantung lokasi dan data center penyedia.
    2. On-premise: Lebih mudah memastikan kepatuhan jika data harus disimpan di lokasi tertentu
  5. Kecepatan Implementasi
    1. Cloud: Implementasi cepat, hanya memerlukan koneksi internet.
    2. On-premise: Implementasi memakan waktu lebih lama karena perlu instalasi fisik.
  6. Pemeliharaan Sistem
    1. Cloud: Pemeliharaan ditangani oleh penyedia layanan, beban tim IT internal berkurang.
    2. On-premise: Semua perawatan dan update menjadi tanggung jawab tim internal
  7. Aksesibilitas
    1. Cloud: Bisa diakses dari mana saja selama ada koneksi internet
    2. On-premise: Biasanya terbatas pada jaringan internal perusahaan.
  8. Resiko Bencana dan Backup
    1. Cloud: Mendukung backup otomatis dan lokasi server tersebar, meminimalkan resiko kehilangan data.
    2. On-premise: Perlu membuat sistem backup sendiri termasuk cadangan di lokasi berbeda.

Memilih antara Cloud atau On-premise bukan hanya soal teknologi, tetapi juga strategi bisnis. Setiap perusahaan memiliki karakteristik unik, mulai dari skala operasional, kebutuhan fleksibilitas, hingga regulasi yang berlaku. Solusi yang tepat akan membantu bisnis berkembang, sedangkan pilihan yang kurang sesuai bisa menjadi beban jangka panjang. Untuk mempermudah keputusan, mari kita lihat skenario-skenario nyata yang menggambarkan kapan cloud menjadi pilihan tepat, dan kapan on-premise lebih menguntungkan.

  1. Skenario Bisnis yang Cocok untuk Cloud
    1. Startup dan Usaha Kecil
      Budget awal terbatas, investasi besar di awal dapat dihindari.
      Contoh: perusahaan rintisan yang memerlukan aplikasi CRM berbasis cloud
    2. Perusahaan Dengan Tim Kerja Jarak Jauh
      Membutuhkan akses aplikasi dan data dari berbagai lokasi.
      Contoh: Agensi kreatif dengan tim tersebar di beberapa kota.
    3. Bisnis dengan Beban Kerja Berubah-ubah
      Kapasitas server naik turun mengikuti permintaan.
      Contoh: e-commerce dengan trafik tinggi saat promo
    4. Proyek Jangka Pendek
      Tidak ingin mengeluarkan biaya besar untuk infrastruktur yang hanya dipakai sementara.
      Contoh: event organizer yang butuh sistem registrasi online selama 3 bulan.
    5. Perusahaan yang Fokus pada Core Business
      Perusahaan tidak perlu repot mengelola infrastruktur IT.
      Contoh: restoran yang pakai POS cloud dan tidak punya tim IT internal.
  2. Skenario Bisnis yang Cocok Untuk On-Premise
    1. Perusahaan dengan Regulasi Data Ketat
      Perusahaan dengan data yang tidak boleh keluar dari wilayah tertentu sesuai hukum atau regulasi.
      Contoh: Perbankan atau lembaga keuangan yang tunduk pada regulasi OJK/BI
    2. Industri yang Membutuhkan Kustomisasi Tinggi
      Sistem dan infrastruktur harus diatur sesuai dengan proses bisnis yang spesifik.
      Contoh: manufaktur dengan sistem produksi terintegrasi khusus.
    3. Perusahaan Besar Dengan Infrastruktur IT yang Kuat
      Perusahaan sudah memiliki data center sendiri dan tim IT yang berpengalaman.
      Contoh: Perusahaan telekomunikasi dengan ribuan server internal.
    4. Aplikasi yang Harus Berjalan Meski Tanpa Internet
      Operasional perusahaan tidak boleh bergantung pada koneksi internet publik.
      Contoh: sistem kontrol pabrik di lokasi terpencil.
    5. Perusahaan Dengan Investasi Jangka Panjang pada Infrastruktur
      Perusahaan yang lebih memilih investasi besar di awal dan menghindari biaya langganan terus
      menerus.
      Contoh: perusahaan energi dengan sistem pemantauan internal.
3.png

Contoh studi kasus pengimplementasian teknologi informasi adalah sebagai berikut:

  • Kasus On-Premise: Perusahaan Perbankan
    Sebuah bank besar mungkin memilih untuk menggunakan sistem on-premise karena alasan keamanan dan kepatuhan. Data nasabah, transaksi, dan informasi sensitif lainnya memerlukan tingkat keamanan yang tinggi dan kontrol penuh.
    Infrastruktur on-premise memungkinkan bank untuk:
    1. Mengontrol penuh data: Bank memiliki kendali penuh atas data dan lokasinya, memastikan kepatuhan terhadap peraturan seperti GDPR dan standar keamanan lainnya.
    2. Menyesuaikan keamanan: Bank dapat mengimplementasikan langkah-langkah keamanan khusus yang sesuai dengan kebutuhan dan resiko spesifik mereka.
    3. Memastikan ketersediaan layanan: Dengan infrastruktur sendiri, bank dapat mengontrol ketersediaan layanan dan meminimalkan resiko downtime yang disebabkan oleh masalah jaringan atau penyedia layanan cloud.
  • Kasus Cloud: Startup Teknologi
    Sebuah startup teknologi mungkin memilih untuk menggunakan cloud computing untuk memanfaatkan fleksibilitas dan skalabilitasnya. Startup seringkali menghadapi perubahan kebutuhan bisnis yang cepat, dan cloud memungkinkan mereka untuk:
    1. Skalabilitas cepat: Startup dapat dengan mudah meningkatkan atau menurunkan sumber daya komputasi mereka sesuai kebutuhan, tanpa investasi awal yang besar.
    2. Biaya operasional rendah: Startup hanya membayar untuk sumber daya yang mereka gunakan, mengurangi biaya operasional dan investasi awal.
    3. Fokus pada inovasi: Startup dapat fokus pada pengembangan produk dan layanan mereka, sementara penyedia cloud mengelola infrastruktur.
4.png

Masa Depan Teknologi: Tren Menuju Hybrid Solutions?
Di era digital yang semakin dinamis, perusahaan menghadapi tantangan untuk memilih infrastruktur teknologi yang tepat. Selama bertahun-tahun, perdebatan berkisar pada pilihan Cloud atau On-premise. Namun tren terbaru menunjukkan bahwa jawaban yang paling tepat tidak selalu berada di salah satu kutub tersebut, melainkan di tengah, yakni Hybrid Solutions.

Hybrid solutions adalah pendekatan yang menggabungkan Cloud Computing dan On-Premise dalam satu ekosistem teknologi. Dalam model ini perusahaan dapat menentukan aplikasi atau data mana yang lebih aman dan efisien dikelola secara lokal, serta mana yang lebih tepat ditempatkan di cloud.
Misalnya, data sensitif seperti informasi keuangan disimpan di server internal, sementara aplikasi analitik, kolaborasi, atau layanan pelanggan dioperasikan melalui cloud untuk memanfaatkan fleksibilitas dan skalabilitasnya.

Banyak perusahaan mulai mengadopsi model hybrid dengan beberapa alasan:

  1. Fleksibilitas Tinggi: Perusahaan dapat menyesuaikan penempatan beban kerja berdasarkan keamanan, dan kebutuhan akses.
  2. Optimalisasi Biaya: Infrastruktur lokal digunakan untuk beban kerja stabil, sedangkan cloud dimanfaatkan untuk kebutuhan yang fluktuatif.
  3. Kepatuhan Regulasi: Data yang diatur oleh hukum dapat disimpan secara lokal, semantara data lain yang tidak sensitif dikelola di cloud.
  4. Mitigasi Resiko: Jika salah satu sistem terganggu, beban kerja   dapat dialihkan ke sistem lainnya untuk menjaga kelangsungan operasional.

Hybrid solutions bukan sekedar kompromi antara Cloud dan On-Premise, melainkan strategi untuk mendapatkan yang terbaik dari keduanya. Dengan perencanaan yang tepat, perusahaan dapat memanfaatkan fleksibilitas cloud sekaligus menjaga kontrol dan keamanan infrastruktur lokal. Kedepannya model ini berpotensi menjadi standar baru di dunia teknologi bisnis.

Teknologi akan terus berkembang, dan transformasi digital tidak lagi tentang memilih cloud atau on-premise, dan pilihan infrastruktur yang tepat bisa menjadi pembeda antara bisnis yang bertahan dan yang memimpin pasar.
Apakah perusahaan Anda siap menggabungkan keunggulan Cloud dan On-premise untuk mencapai performa maksimal?
Mulailah evaluasi kebutuhan teknologi Anda hari ini dan segera temukan Hybrid Solutions yang paling sesuai dengan kebutuhan perusahaan bisnis Anda.
Hubungi tim ahli kami BTS.id untuk diskusi dan konsultasi mendalam. Wujudkan infrastruktur hybrid yang aman, efisien,, dan sesuai kebutuhan bisnis Anda. Konsultasikan strategi teknologi Anda bersama tim ahli kami BTS.id hari ini.